Pantau Stok Beras Jauh Lebih Penting

 

CIREBON – Ketersediaan beras menjadi hal penting, apalagi saat harga merangkak naik. Apakah Operasi Pasar (OP) beras sudah menjadi langkah tepat? Ini salah satu pembahasan dalam “Workshop Wartawan Ekonomi Cirebon” bertema Value Chain Beras yang digelar KPW Bank Indonesia (BI) Cirebon beberapa waktu lalu.

Pembicara undangan Workshop tersebut, Dosen dan Ketua Laboratorium Agribisnis Universitas Padjajaran, Dr. Tomy Perdana, SP., MM., mengutarakan, Indonesia sudah seharusnya tidak melakukan impor beras dan mampu swasembada beras. Hanya saja realisasi itu terbentur praktek di lapangan yang terus menerus berulang mulai dari masalah suplai beras, harga melonjak hingga isu mafia beras. Akhirnya, lahirlah opsi Operasi Pasar (OP) oleh Bulog untuk meredam kepanikan masyarakat akan naiknya harga beras. “Rantai suplai beras memang kompleks, banyak pelaku di dalamnya. Mulai petani sebagai pelaku lalu ke pedagang atau pengepul, penggilingan beras lalu pasar atau Bulog yang digunakan sebagai cadangan pangan pemerintah,” terangnya.

Lebih lanjut Tomy menjelaskan, beras yang disimpan Bulog sebagai cadagan pangan hanya 8 persen, itupun sebagian besar untuk Raskin. Akhirnya OP yang selama ini dinilai sebagai “obat” bagi rakyat mendapat beras lebih terjangkau sebenarnya bukan satu-satunya pilihan. Masih ada jalan lain yaitu dengan fokus memonitor suplai. Jika persediaan beras aman harga otomatis mengikuti, apalagi Cirebon terutama Indramayu merupakan salah satu lumbung beras. “Selama ini tidak ada sistem monitoring terutama stok pangan pengendalian rantai suplai beras. Kedua tidak optimalnya pasokan penyangga beras dan tentunya rusaknya infrastruktur dalam hal ini irigasi di atas 50 persen,” jelasnya.

Tomy menilai,  OP pada akhirnya seperti program ala pemadam kebakaran, artinya sudah kejadian baru bertindak. Padahal sebenarnya kejadian ini bisa diantisipasi dengan poin-poin tersebut sebagai langkah pencegahan. “Kenyataannya upaya ini selalu dilakukan berulang-ulang. Tak kalah penting ialah sistem monitoring pengendalian pangan yang terintegrasi dalam satu lembaga,” ungkapnya.

Tomy menambahkan, OP seharusnya dilakukan dengan patokan stok bukan kenaikan harga beras 10 persen dari harga jual saat itu. Selain monitoring juga bisa dilakukan validasi melalui tahap penggilingan, saat ini penggilingan tidak berada dibawah naungan pihak manapun. Padahal tahap ini sangat penting untuk merubah gabah menjadi beras yang siap dipasarkan. Cara lainnya ialah dengan menghitung stok tanam. “Pemerintah juga harus mengaitkan petani dengan sistem pasar agar terstruktur. Khususnya wilayah III Cirebon bisa dilihat 5 tahun mendatang saat tol Cikapali dan bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka beroperasi. Ini akan terjadi perubahan harga, kalau pasokan perberasan nggak bagus. Lihat sekarang berapa sawah di kawasan itu yang dikonversi,” pungkasnya.

Sumber : radarcirebon.com

Baca Juga :

7405 Total Views    4 Views Today

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below