Ikan Asin, Dulu Diekspor ke Amerika dan Korea Selatan

 

MUNDU – Usaha ikan asin di wilayah timur Cirebon bisa dikatakan sedang terpuruk. Dari tujuh pabrik yang ada, kini hanya menyisakan dua pabrik saja. Menyusutnya jumlah pabrik ini disebabkan sulitnya mendapat bahan baku untuk ikan asin. Industri ikan asin di sekitar pantura Cirebon timur ini bahkan sudah bisa mengekspor keluar negeri terutama Korea hingga Amerika. Sayangnya, gejala alam belakangan ini mempengaruhi keberlangsungan usaha ini.

Pemilik PT. Samudera Mulya di Desa Citemu Kecamatan Mundu, H. Sarif, beberapa waktu yang lalu mengungkapkan, usaha ikan asin sudah dilakoni sejak tahun 1988. Seperti diketahui, industri pengolahan ikan asin memerlukan ikan dengan jenis tertentu. Industri ini sangat bergantung pada faktor cuaca. Belakangan ini, industri ikan asin semakin morat-marit karena sulitnya mendapatkan ikan untuk bahan baku. Biaya produksi para pemilik usaha ikan asin membengkak lantaran harus mendatangkan ikan dari daerah lain. “Saya mulai belajar usaha ini di Jakarta dan baru tahun 1988 saya ke Cirebon buka usaha di sini. Selama saya merintis indutri ikan asin dari mulai nol, baru belakangan merasakan dampak  perubahan iklim,”ujarnya.

Selanjutnya, usaha ikan asin di Kabupaten Cirebon, menurut pihaknya sangat prospektif. Sebab, wilayah pemasarannya sudah ke seluruh Indonesia. Pengiriman bahkan dilakukan setiap hari karena permintaan ikan asin sangat tinggi. Belum lagi pasar ekspor yang juga menjanjikan. Berbeda dengan ikan asin untuk konsumsi lokal, untuk ekspor ke Amerika dan Korea Selatan, jenis teri nasi lebih diminati. Meski prospeknya sangat cerah, namun usaha ini tidak dipungkiri Sarif mulai mengalami kemunduran sejak 2005. Kemunduran usaha diawali sulitnya mencari ikan, bahkan komposisinya 80 persen dari luar dan 20 persen dari wilayah Cirebon. “Tadinya bahan ikan itu dari Cirebon semua,” ucapnya.

Setelah berbagai industri bermunculan dan PLTU Kanci berdiri, nelayan malah sudah tidak mendapatkan ikan yang dibutuhkan di perairan Cirebon. Belum lagi cuaca yang membuat proses pembuatan ikan yang biasanya cuma satu hari, sekarang bisa sampai sepuluh hari. Bahkan, Sarif mengaku, sudah 10 hari kita tidak melakukan produksi ikan asin. “Saya cari dimana-mana itu nggak ada ikan, karena memang musim angin barat dan nelayan juga nggak ada yang melaut,” ungkapnya.

Sarif menambahkan, pihaknya sangat kecewa tidak adanya pertisipasi dari pemerintah. Bila pemerintah melakukan pembinaan, setidaknya industri ikan asin akan terus bertahan. Puluhan tahun dirinya menjalankan usaha ikan asin, pemerintah tak pernah memberikan pendampingan. Yang ada, dari dinas hanya meninjau saja. Berbeda dengan di Jawa Timur. Baru lima tahun berproduksi, sudah diberi stimulan Rp1 miliar dan pendampingan.

Sumber : radarcirebon.com

baca juga : Sendal Kebarepan, Ikon Kabupaten Cirebon yang Terlupakan

8133 Total Views    12 Views Today

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below