Sendal Kebarepan, Ikon Kabupaten Cirebon yang Terlupakan

 

PLUMBON – Kabupaten Cirebon tidak hanya terkenal dengan kerajinan rotan yang sudah ada sebelum zaman kemerdekaan di Desa Tegalwangi dan kawasan sekitarnya. Tak jauh dari pusat industri rotan, ada pula sentra kerajinan yang tak kalah kesohor, yakni kerajinan sandal jepit yang berada di Desa Kebarepan, Kecamatan Plumbon.

Salah seorang Perangkat Desa Kebarepan, Ridwan, belum lama ini menjelaskan, keberadaan kerajinan ini konon bermula dari sebuah keisengan segelintir orang di sekitar tahun 1950-an yang memanfaatkan limbah karet ban yang diubah menjadi sepasang sandal jepit. Dahulu, lebih dikenal dengan sebutan sandal Bandol alias Ban Bodol. Dari keisengan itu, sandal yang dibuat ternyata mendapat respons positif dari masyarakat, khususnya dari kalangan menengah ke bawah. Selain harganya murah, bahan bakunya mudah didapat, praktis dan dijamin kuat karena karet ban punya daya tahan yang mumpuni. Akibatnya, satu persatu, masyarakat belajar membuat kerajinan sandal berbahan baku karet dari bekas ban. Desa yang berada di pinggiran Sungai Pulosari ini kemudian tumbuh menjadi sentra kerajinan sandal jepit sampai dengan sekarang. “Saat itu pemasarannya masih seputar Cirebon dan sekitarnya,” imbuhnya.

Selanjutnya, sekitar tahun 1980-an, kerajinan sandal jepit Kebarepan mulai menampakkan tajinya. Para perajin tidak hanya mengolah ban bekas menjadi sandal, tapi sudah dipasok bahan baku karet dari Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Peralihan bahan baku ke karet mentah membuat para perajin bisa leluasa berkreasi. Variasi desain tidak monoton karena bahan bakunya tak memiliki pola lingkaran seperti ban mobil. Variasi desain ini membuat dunia luar melirik. Alhasil, sandal jepit ini diekspor ke negara-negara Timur Tengah. Sampai dengan era 1990-an, industri kerajinan ini terus menggeliat. Dari jumlah pengrajin yang hanya puluhan, pada saat itu bengkak menjadi ratusan. Meski perajin ratusan, namun persaingan usaha tidak terlalu tampak. Para perajin memiliki pelanggan sendiri, bahkan mereka kesulitan memenuni order yang datang.

Kemudian, saat itu mayoritas penduduk Desa Kebarepan berprofesi sebagai perajin sandal. Lain lagi dengan para pemilik modal, mereka ramai-ramai membeli peralatan dan membuka usaha sendiri. Namun, bencana datang ketika krisis moneter menerpa Indonesia di tahun 1997 dan 1998. Hampir 60 persen perajin kolaps karena tidak kuat terdampak krisis moneter. Lambat laun, industri ini ditinggalkan dan banyak pemilik modal yang bangkrut. Ribuan tenaga ahli dan pekerja kerajinan sandal jepit melakukan eksodus besar-besaran ke wilayah Tangerang. Di sana, mereka ditawari bekerja di industri yang sama dengan gaji yang jauh lebih besar. Tidak hanya tenaga ahli, mesin-mesin pencetak alas kaki pun diboyong. “Dari ratusan pengrajin, kini hanya tinggal beberapa orang saja,” terangnya.

Sementara itu, seorang pengrajin sendal Kebarepan, Sri Asih, mengemukakan, dirinya telah merintis usaha sebagai pengrajin sendal Kebarepan sejak tahun 1994. Hingga saat ini, dirinya dan anak-anaknya sudah memproduksi 150 sampai 200 kodi per hari sandal jepit dengan merek El-Tiga untuk dikirim ke Jakarta dan Bandung. Bahkan, dia sudah dikontrak sejak tiga tahun lalu dengan investor asal Singapura untuk memproduksi sandal jepit. “Investor itu minta kami agar bisa memproduksi 750 kodi sandal jepit per hari. Tapi, kami belum mampu menyanggupi, karena keterbatasan modal dan tenaga kerja,” bebernya.

Agar mampu memproduksi 150 atau 200 kodi perhari, saat ini dirinya dibantu oleh 60 pekerja yang bekerja dengan sistem shift. Di areal 500 meter persegi, para pekerja dibagi dalam beberapa kelompok tugas. Selain itu, supaya usaha ini terus bertahan dan dipercaya oleh investor, dirinya senantiasa update desain sandal setiap bulannya. Bahkan, setiap momen tertentu mereka harus mampu membuat desain yang menarik agar tidak ketinggalan selera pasar. “Desain biasanya anak saya yang buat. Kalau tidak dari Jakarta atau Bandung yang mengirimkan desain,” terangnya.

Sri menambahkan, sejak awal berdiri hingga saat ini, usaha yang dijalankannya belum pernah mendapat perhatian pemerintah daerah. Urusan permodalan, promosi produk dan maintenance produk dilakukan sendiri. Padahal, suka tidak suka, usaha sandal Kebarepan ini merupakan salah satu ikon kerajinan Kabupaten Cirebon. “Ingin sekali dibantu oleh pemerintah, apalagi usaha yang dijalankan termasuk ikut serta membantu pemerintah dalam menyerap tenaga kerja dan mengembangkan ekonomi daerah,” katanya.

Sumber : radarcirebon.com

baca juga : Ikan Asin, Dulu Diekspor ke Amerikan dan Korea Selatan

14393 Total Views    4 Views Today

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below